Minggu, 13 November 2016

Hubungan Manusia dengan Agama

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AGAMA

Andilala

Universitas Gunadarma

Ahmad nasher

 

 

Hubungan antara Manusia dan Agama

Agama merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Hubungan manusia dengan agama tampaknya merupakan hubungan yang bersifat kodrati. Agama itu sendiri menyatu dalam fitrah penciptaan manusia. Terwujud dalam bentuk ketundukan, kerinduan ibadah, serta sifat-sifat luhur. Manakala dalam menjalankan kehidupannya, manusia menyimpang dari nilai-nilai fitrahnya, maka secara psikologis ia akan merasa adanya semacam “hukuman moral”. Lalu spontan akan muncul rasa bersalah atau rasa berdosa (sense of guilty).
Psikologi modern tampaknya memberi porsi yang khusus bagi perilaku keagamaan, walaupun pendekatan psikologis yang digunakan terbatas pada pengalaman empiris. Psikologi agama merupakan salah satu bukti adanya perhatian khusus para ahli psikologi terhadap peran agama dalam kehidupan kejiwaan manusia.
Pendapat yang paling ekstrem pun hal itu masih menunjukkan betapa agama sudah dinilai sebagai bagian dari kehidupan pribadi manusia yang erat kaitannya dengan gejala-gejala psikologi. Agama menurut Freud tampak dalam perilaku manusia sebagai simbolisasi dari kebencian terhadap Ayah yang direfleksi dalam bentuk tasa takut kepada Tuhan. Secara psikologis, agama adalah ilusi manusia. Manusia lari kepada agama karena rasa ketidak- berdayaannya menghadapi bencana. Dengan demikian, segala bentuk perilaku keagamaan merupakan ciptaan manusia yang timbul dari dorongan agar dirinya terhindar dari bahaya dan dapat memberikan rasa aman.
Lain halnya dengan penganut Behaviorisme. Sejalan dengan prinsip teorinya, bahwa Behaviorisme memandang perilaku manusia itu lahir karena adanya stimulant (rangsangan dari luar dirinya) teori Sarbond (gabungan dari stimulant dan respon) yang dikemukakan oleh Behaviorisme tampaknya memang kurang memberi tempat bagi kajian kejiwaan nonfisik. Namun, dalam masalah perilaku keagamaan, sebagai sebuah realitas dalam kehidupan manusia tak mampu ditampik oleh Behaviorisme. Perilaku keagamaan menurut pandangan Behaviorisme erat kaitannya dengan prinsip reinforcement (reward and punishment). Manusia berperilaku agama karena didorong oleh rangsangan hukuman dan hadiah. Menghindarkan hukuman (siksaan) dan mengharapkan hadiah (pahala).
Kesimpulan: Agama memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia terhadap agama mungkin karena faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan masing-masing, namun untuk menutupi atau meniadakan sama sekali dorongan dan rasa keagamaan tampaknya sulit dilakukan, hal ini karena manusia memiliki unsur batin yang cendrung mendorongnya untuk tunduk kepada zat yang ghaib. Ketundukan ini merupakan bagian dari faktor intern manusia yang dalam psikologi kepribadian dinamakan pribadi (self) ataupun hati nurani (consience of man).
Agama sebagai fitrah manusia telah diinformasikan oleh Al-Qur’an. Fitrah manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT ialah manusia diciptakan mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka tidak wajar, mereka tidak beragama tauhid itu hanya karena pengaruh lingkungan, seperti yang ada dalam QS.Ar Rum:30-31.
 
Sumber http://sumber-ilmu-islam.blogspot.com/2015/07/hubungan-antara-manusia-dengan-agama.html
 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar